Dua orang anak memainkan game hay day. Mereka dari latar belakang yang
tak jauh berbeda.Yang satunya baru bermain pertamakali. Sedang yang satu
lagi, mungkin sudah mahir. Permainannya sangat asik. Si anak yang baru pertama
kali begitu menikmati. Simulasi peternakan dan pertanian yang bersahaja,
membuatnya begitu bersemangat dan tak terasa telah menyita seluruh perhatian
dan waktunya. Seolah dia tak ingin pulang ke rumahnya, untuk menjalani
kehidupannya yang sesungguhnya. Dia tak ingin memainkan game yang lain lagi. Dia
terlalu sibuk mengumpulkan poin bintang biru.
Sementara anak yang satunya begitu santai dan enjoy “ Jangan pernah game
ini menjadi beban buat kita. Mainkan seperti air mengalir, nikmati dan ikuti
setiap stepnya tanpa membuat kita mengorbankan waktu dan perasaan kita “
katanya diplomatis.
“ Belilah lahan untuk menanam wheat. Jangan lupa mesin-mesin yang akan
dipakai seperti Dairy pembuat keju.“ Si anak mengangguk mengerti. Dia terlalu banyak memenuhi Silo dan Barnnya.
Anak yang mahir
tak sampai 3 menit langsung menjual hasil panennya dengan harga murah, hanya maksimal 10
coin emas padahal bisa saja terjual sampai 36 coin. Keduanya sudah sampai pada
level yang tinggi. Meski anak yang satunya begitu susah payah mencapai itu.
Lalu si anak yang mahir bermain game tersebut ingin menambah roadside shopnya. Dia sudah mengumpulkan banyak diamond. Lalu dia meng add face book dari anak lain yang lebih pemula lagi, yang selalu bercerita dengan detail dan rutin bagaimana si anak yang mahir merayunya untuk ikut bermain, memberikan gambaran tentang indahnya permainan tersebut, memberikan sentuhan dengan perhatian dan pengalamannya yang dewasa. Mereka mulai bermain bertiga. Si anak kedua yang bermain game sepenuh hati mulai merasa terganggu karena dia tak pernah bisa menjual hasil panennya yang berupa produk-produk mentah dengan cepat. Dia memasang harga yang terlalu tinggi hingga silonya penuh. Padahal anak pertama yang mahir telah mampu menjual hasil panennya yang sudah diolah dengan harga tertinggi. Dia pandai mengolah dan membuat strategi. Ketika dia menanam pohon dan sudah berbuah, tidak dipanen semua, karena tak mau membuat silonya penuh. Dia tak mau kesulitan mencari gergaji atau kapak bila pohon-pohon itu mati. Dia tak mau membuat lahannya menjadi sempit. Dia berfikir untuk membuka tambang serta tempat untuk memancing ikan. Dia begitu penuh perhitungan.
Lalu si anak yang mahir bermain game tersebut ingin menambah roadside shopnya. Dia sudah mengumpulkan banyak diamond. Lalu dia meng add face book dari anak lain yang lebih pemula lagi, yang selalu bercerita dengan detail dan rutin bagaimana si anak yang mahir merayunya untuk ikut bermain, memberikan gambaran tentang indahnya permainan tersebut, memberikan sentuhan dengan perhatian dan pengalamannya yang dewasa. Mereka mulai bermain bertiga. Si anak kedua yang bermain game sepenuh hati mulai merasa terganggu karena dia tak pernah bisa menjual hasil panennya yang berupa produk-produk mentah dengan cepat. Dia memasang harga yang terlalu tinggi hingga silonya penuh. Padahal anak pertama yang mahir telah mampu menjual hasil panennya yang sudah diolah dengan harga tertinggi. Dia pandai mengolah dan membuat strategi. Ketika dia menanam pohon dan sudah berbuah, tidak dipanen semua, karena tak mau membuat silonya penuh. Dia tak mau kesulitan mencari gergaji atau kapak bila pohon-pohon itu mati. Dia tak mau membuat lahannya menjadi sempit. Dia berfikir untuk membuka tambang serta tempat untuk memancing ikan. Dia begitu penuh perhitungan.
Sementara Si anak yang begitu
menikmati permainan dan tanpa perhitungan kian terbebani dengan permainan
tersebut. Dia terlalu banyak membeli dekorasi dengan menghabiskan berlian yang
susah payah dikumpulkannya. Silonya penuh sementara dia terus menanam. Setiap 2
menit hasil panennya menjadi rusak karena dia tak pandai mengolah. Dia mulai
kebingungan. Dia ingin berhenti tapi tak bisa. Barn nya masih kosong. Dia tak
punya gergaji atau kapak untuk pohon-pohonnya yang telah mati....lahannya
menjadi sempit.....Ia kebingungan sendiri. Ia berteriak
dan marah sendiri....Permainannya menjadi kacau....Dia ingin berhenti...tapi
tak bisa.....
Si anak yang mahir
meninggalkannya dengan tatapan aneh “Bukankah sudah kukatakan agar jangan membuat
semua ini menjadi beban ? “ Lalu dia
pergi tanpa rasa bersalah. Dia jenuh dengan kelakuan anak yang belum mahir
tadi. Dia merasa direpotkan dengan keluhannya, dengan
kenaiban dan kebodohannya, dengan amarahnya. Dia butuh permainan baru dengan
pemain-pemain baru pemula menggoda yang enjoy tanpa beban...Yang
semangat....Yang memandang setiap detail game tersebut hanya sebagai kesenangan
semu semata.....Hidup tlah terlalu banyak cobaan, jadi mengapa harus dibebani
oleh sesuatu yang serius....tokh ini Cuma permainan.....
Begitulah.....Game hay day terhenti.....Si mahir tadi masih bermain
dengan trik-triknya yang penuh perhitungan....Dengan beragam rencana, entah apa
di kepalanya......Tanpa beban.......Bukankah ini hanya suatu permainan ?
Berakhir ataupun tidak, itu tak penting baginya, yang pasti.....dia telah
mengisi hidupnya dengan sesuatu yang tak terlalu membosankan dan sedikit
bermanfaat buat mengasah otaknya.....Tak penting bermanfaat buat orang lain
atau tidak....Dia tetap menjalani harinya dengan kehidupan pribadi yang penuh
trik dan ambisi.....Dalam permainan-permainan lain yang lebih menyenangkan
lagi..........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar