MALAIKAT KECIL MAMA
Malam pekat. Malaikat
kecil berselimut dingin.
Lampu-lampu rumah
nelayan, membangunkan anugerah itu
Menggeliatkannya, mengedipkan
mata kecilnya
Ombak memecah pasir,
Dalam diam, banyak
tanya tak terjawab, banyak ragu menjadi gundah, mampukah aku?
Gulita malam dan nyanyian jangkrik membuat suasana
semakin terasa aneh buatku. Suamiku menggenggam tanganku dengan erat, namun tak
cukup menguatkan keyakinanku, betapa aku begitu takjub.
Setelah delapan tahun pernikahan kami, di akhir
Juni 2008 Allah memberikan kepercayaan menganugerahi kami bayi laki-laki dengan
hidung dan mata yang sangat mirip denganku. Kulitnya begitu lembut dan merah
jambu, ada tanda putih samar berbentuk berlian besar di tengah kening antara
kedua alisnya.
Dengan sombongnya, kuyakini bahwa anakku bukanlah
anak biasa. Sebelum kelahirannyapun, banyak mimpi yang mendatangi orang-orang
terdekatku. Orang tua dengan janggut putih yang sangat panjang hingga menyentuh
lantai serta orang-orang tua dengan kopiah berwarna putih yang sedang mengaji
dan mengelilinginya.
Kami beri dia nama yang panjang dan indah. Muhammad
Riezky Javier Hendarnan, dengan harapan kelak dia akan menjadi manusia amanah
yang membawa rezeki buat lingkungannya, menjadi manusia yang mempunyai prilaku
baik dan teladan, yang nantinya menemani kami di masa tua.
Sejak saat itu pula, hidup kami menjadi sangat
indah, lelah, luka, amarah seakan hilang melihat kelucuan dan kemanjaannya.
Kami memanggilnya dengan panggilan sayang, Kiky......
Hidup seperti roda
pedati.
Satu hal yang harus
selalu kita ingat adalah,
bahwa di saat kita
sedang bahagia,
banyak orang justru
sedang tertimpa musibah.
Tahun pertama kehadiran Kiky, Alhamdulillah kami
segera mendapatkan rezeki yang cukup untuk dapat melaksanakan aqiqah. Dua ekor
kambing gagah dengan poni yang bagus dan lucu melengkapi kebahagiaan kami di
hari ulang tahun Kiky. Banyak tawa yang bisa kami bagi bersama kerabat dan tetangga,
kebersamaan, keharuan,kelucuan dan inspirasi. Sampai Mbah Haji bapakkupun yang
kala itu kurang sehat berulangkali menceritakan keceriaan sore itu. Lalu
Alhamdulilah, di usianya yang ketiga, Kiky dikhitan bersama keponakanku yang
lain, Dimas, Evan, Dava, Alan dan anak beberapa teman kakakku.
Suamiku melengkapi kebutuhannya dengan memberikan
mainan seperti anak kecil lain pada umumnya. Kadang menurutku malah terkesan
terlalu berlebihan. Aku sering marah jika dengan diam-diam, mereka bersekongkol
di belakangku membeli mainan Power Rangers, Ultraman, Mc Queen, Shaun the
Sheep, Tweety, Pororo dan banyak tokoh kartun lainnya. Bukan hanya sekedar
berhemat, aku tak mau mendidik anakku menjadi anak yang nantinya selalu
mendapatkan apa yang dia mau. Dia harus tahu, tak semua yang kita ingin, dapat
diraih dengan mudah. Hal itu kerap menimbulkan perbedaan pendapat di antara aku
dan suamiku. “ Ini adalah rezeki Kiky...” selalu suamiku mengucapkan hal itu
sebagi jurus pamungkas, meski aku masih saja mengomel panjang lebar.
Ibarat
pepatah, malam tak kan lengkap tanpa hadirnya siang, kebahagiaan itu kerap
dihantui pula oleh kecemasan. Entah mengapa, setiap hari senen, kami sering
membawanya ke dokter anak atau ke UGD suatu Rumah Sakit. Jika terserang batuk
atau pilek, gangguan pernapasan membuat kami harus melihatnya diuap setiap
minggunya. Kata dokter Kiky alergi debu, alergi susu sapi dan alergi dingin.
Kami mengganti susunya dengan susu kedelai. Kami menghindari hal-hal yang
menyebabkan timbulnya debu di rumah, menutup lubang-lubang udara di bawah pintu
dan membelikannya banyak kaos kaki, baju serta celana panjang untuk membuatnya
tetap hangat. Hal itu berlangsung kurang lebih hingga usianya hampir tiga tahun.
Ada teman menyarankan untuk membawanya kepada
seorang penjaga masjid atau Takmir yang saat ini aku sudah kurang ingat
namanya. Kami membeli daging marmut dan membawa ke rumahnya yang rindang dan
terletak di atas perbukitan bernama Aik Bukak. Daging marmut yang sudah
disembelih itu kemudian diracik, dibumbui dan dimasak hingga menjadi masakan
yang kelihatannya sangat lezat untuk disantap.
Entah karena kandungan bahan yang mungkin bisa
menjadi obat buat sakitnya, atau karena keyakinan kami ( yang pasti karena
bantuan Allah jua), sejak saat itu Alhamdulillah, Kiky tak pernah lagi dibawa
ke dokter karena kesulitan bernafas. Dia tumbuh menjadi anak yang sehat, kuat
dan montok.
Dia bertumbuh seperti
bibit yang selalu terawat.
Tersiram teratur dan
penuh berkah
Setiap hari, cinta itu
membuatku sumringah
Menghadirkan asa dan
banyak kenangan.
Perangainya sangat
sempurna
Senyumnya begitu menawan
Dalam diamnya kusadari
kebersihan jiwa
Mengajari kami untuk
selalu menjaga lisan
Ketika usia Kiky menginjak tahun ke tiga, aku mulai
melihat dengan jelas sifat dan karakternya. Kebiasaanya, hal-hal yang sering
dan senang dilakukannya. Anak memang kerap bercermin pada orangtuanya. Kita tak
perlu mengajari dengan kata-kata, tapi cukuplah dengan perbuatan.
Kami tak pernah berbicara keras
padanya, sehingga kami tak pernah pula mendengar dia berbicara dengan nada yang
tinggi kepada orang lain. Dia tak pernah mencela ketika melihat sesuatu yang
tidak berkenan di hatinya. Meski kadang kata-kata yang ke luar dari mulutnya
belum begitu jelas, aku selalu menangkap ucapan yang lembut dan santun.
Pernah suatu hari Kiky tertarik untuk memegang buku
akuntansi sangat tebal yang kupinjam dari seorang teman kuliahku yang galak.
Mungkin karena jemarinya yang masih terlalu kecil, buku itu tak bisa teraih dan
lepas dari genggamannya sehingga tanpa sengaja robek sampulnya. Aku begitu marah
dan tak mampu menahan emosi, kumarahi dia lalu aku membanting pintu dan menangis
di dalam kamar. Tak pernah bisa kulupakan begitu terkejutnya dia melihat
ekspresi yang kutunjukkan padanya. Kulihat di matanya yang bening itu sesal dan
kesedihan yang teramat mendalam. Seharian dia tak berani menatapku, aku merasa
begitu kejam sebagai seorang ibu......
Anakku adalah pribadi
yang baik
Tak pernah keluar dari
bibir mungilnya makian
Tak pernah dia menatap dengan amarah
Tak pernah dia merajuk berlebihan
Dia menerima apa yang
kami beri
Dia melakukan apa yang
kami mau
Anakku adalah bintang di
hatiku
Sehingga tak ada lagi
yang terlihat lebih indah selain kehadirannya
Ketika usia Kiky beranjak tahun ke empat, kami
mendaftarkannya untuk bersekolah di sekolah Islam milik seorang Dokter
Spesialis kandungan yang terkenal di kota kami.
Selain karena aku ingin anakku mendapatkan pendidikan terbaik meski
dengan biaya berapapun, alasan yang utama adalah karena di situ ada adik
sepupunya yang juga ikut sekolah di situ, lalu ada kakak kandungku dan seorang
teman yang sudah kuanggap sebagai adik sendiri bekerja sebagai guru dan staf
administrasi. Ketiganya adalah orang-orang yang memiliki andil dalam
membesarkan dan mewarnai tumbuh kembang putraku. Ketiganya adalah sebagian dari
orang-orang terdekat yang tak diragukan kecintaan mereka pada putraku.
Begitupun sebaliknya.
Aku kerap merasa cemburu pada keakraban mereka. Sebagai
seorang ibu rasa keegoisan dan memilikiku sering muncul tanpa alasan. Aku tak
ingin anakku menyayangi siapapun melebihi sayangnya padaku, aku tak suka jika
siapapun lebih dekat padanya ketimbang aku. Aku ibunya, aku yang berhak atas
dirinya, aku yang berhak untuk mencintainya sepenuh hati dan dicintai olehnya
sepenuh hati pula.
Hari pertama sekolah, aku izin bekerja untuk
menemani Kiky agar bisa beradaptasi dengan lingkungannya yang baru. Anakku
pribadi yang pemalu dan sedikit tertutup, sungguh itu adalah watak yang kami
berdua warisi kepadanya......
Hari kedua di sekolah mengharuskan kami mengikuti
peraturan sekolah untuk membiasakannya mandiri dan bersosialisasi dengan teman
sebayanya. Sungguh itu merupakan hal yang berat buatku. Membayangkan dia di
antara orang-orang baru, lingkungan baru, membuatku merasa sedikit bersalah.
Aku takut dia akan merasa tertekan, tak betah, bersedih dan sejenisnya. Mereka
bilang, itu hal yang lumrah. Anak memang harus dibiasakan untuk mandiri dan
tidak terlalu bergantung pada orangtuanya.
Kuakui, sebagai seorang ibu, aku bersikap cukup
tegas dengan tak pernah membiasakan anakku mengenal dan memiliki uang. Aku
selalu menyiapkan apa yang kira-kira dibutuhkan dan diinginkan anak seusianya.
Makanan dan minuman yang tidak sehat, kembang gula, angin malam, benda-benda
tajam, jarum, silet, gunting kuku, es krem sembarangan, air hujan dan hal-hal
yang menurutku cukup membahayakan buat kesehatannya, tak ada kompromi buatku.
Dan dia cukup memahami hal itu. Dia sangat menghargai keputusanku. Dia tak
pernah menangis atau merajuk karenanya. Kalaupun beberapa keluarga secara
sembunyi-sembunyi memberikannya di belakangku, Kiky pasti akan cerita padaku,
sehingga aku akan mengomel sambil tertawa, melihat ekspresi si pemberi yang
tersipu malu.
Aku tak pernah membiasakan Kiky melakukan segala
hal sendiri. Kulayani dia selayaknya seorang ibu yang sedang jatuh cinta pada
anugerah yang diberikan Sang Pencipta. Memandikan, memakaikan pakaian, sepatu,
tas, menyuapi dan banyak hal lain. Aku tahu itu salah. Secara sengaja itu
membuatnya menjadi kurang mandiri. Kusadari, karena aku pulalah, dia menjadi
anak yang sangat tergantung padaku dan pada bantuan orang lain dalam melakukan
beberapa hal. Kadang dia memang terlihat sangat manja, tapi sungguh kemanjaan
itu tidaklah merepotkan. Kemanjaan itu begitu sangat menyenangkan buat kami.
Ketika malam telah
larut
Kerap aku bangun
untuk berfikir,
Apakah aku sudah
menjadi ibu yang baik untuk anakku ? Apakah aku cukup sabar menghadapinya
selama ini ?
Apakah aku tidak
terlalu cerewet dan banyak mengatur ?
Apakah anakku
bahagia memiliki aku ?
Kiky sangat menikmati menonton Sponge Bob, Oggy dan
Tom and Jerry setiap pagi ketika bangun tidur. Kami harus memiringkan posisi
televisi agar dia bisa mandi sambil menonton acara kartun kegemarannya
tersebut. Dia suka berlama-lama berendam di bak mandi plastik berwarna merah
sambil menyikat giginya sendiri. Dia juga harus membawa mainannya dan memasukkannya
ke dalam bak mandi, menyabuninya, membilas dan tak akan berhenti sampai
kuadukan kepada suamiku. Dia begitu menaruh hormat pada papanya, sehingga
suamiku tak perlu dua kali memintanya melakukan atau menghentikan sesuatu yang
sedang asyik dikerjakannya. Setiap selesai mandi, dia selalu meminta kami untuk
mencium betapa harumnya dia. Jika telah menyikat giginya, dia akan meniup kami
hingga bau pasta gigi yang segar keluar dari mulutnya dan kami pura-pura
pingsan saking terpesona oleh harumnya.
Dalam hal bersekolah, aku tak pernah memaksanya
untuk harus bangun pagi-pagi atau bersekolah di saat dia tidak ingin. Biasanya,
anakku sering agak terlambat karena di samping jarak dari rumah ke sekolahnya
yang cukup lumayan, aku juga sering tak tega untuk membangunkannya terlalu
pagi.
Jika ada waktu, maka aku ikut mengantarkannya ke
sekolah, melihatnya disambut pak Zul yang membukakan pintu dengan terburu-buru
dan membantunya membawa tas hijau Ben Ten kesayangannya. Lalu, ketika waktu
mengarah ke pukul 1 siang, suamiku mulai bersiap-siap untuk menjemputnya. Kiky
sering diajak mampir ke indomaret untuk membeli susu, es krem atau
mobil-mobilan tanpa setahuku, sehingga aku sangat tahu pasti, dia sangat
menikmati dan menunggu waktu pulang sekolah tersebut.
Jika kebetulan ada di rumah, maka aku akan langsung
menyambutnya dengan pelukan hangat, mencium pipinya yang montok seperti apel,
menggantikan bajunya, melepas sepatu dan kaos kakinya, dan menyiapkan film
kartun kegemarannya, Oggy, Bima atau Tom & Jerry. Kiky sangat suka
menghabiskan waktunya di kamar, bermain sendiri dengan robot, power rangers dan
mobil-mobilan, berbicara sendiri, mengikuti gerakan-gerakan dari tokoh-tokoh tersebut
dengan semangat, sementara aku sering tertidur lebih dulu saat dia sibuk
bermain sendiri dan sama sekali tak menggangguku. Aku memang sangat mudah tidur
jika sudah berada di dekat bantal.
Ketika hari beranjak senja, Kiky akan sibuk
mengajak kami ke Ampenan, “Ayo Ma....Lumah Imas.......” selalu itu kalimat yang
diucapkannya. Di Ampenan rumah orangtuaku, ada 4 orang sepupunya yang usianya
hanya terpaut hitungan bulan, Dimas, Sinta, Evan dan Dafa yang akan selalu
menyambutnya dengan antusias, meneriakkan namanya, berloncatan dan berlarian
karena kegirangan. Belum lagi jika Nadif dan Queen ikut hadir di sana.
Anakku memang selalu berbagi, jika memiliki mainan
atau makanan, dia tak pernah pelit untuk memberikannya kepada orang lain. Dia
tak pernah melakukan kekerasan dengan memukul, mencubit atau menendang. Meski
dipukul sekalipun, dia hanya akan diam dan tak mungkin mau membalas. Hingga
kadang karena tak tega, kami sering berkata, “ Jangan hanya diam saja nak, menghindar
atau balaslah kalo dipukul orang.....”
Tapi hal itu tak pernah dilakukannya.
Ketika terjadi keributan antar anak-anak, pasti
Kiky akan menjadi pihak yang dibenarkan siapapun, sebab semua tahu, dia tak
pernah mencari gara-gara terlebih dahulu, dia tak pernah memancing-mancing
kemarahan orang lain, dia begitu dewasa, sabar, tak terlalu ekspresif dan tak
memliki sifat seperti anak kecil pada umumnya.
Banyak hal yang
sebenarnya diajarkannya padaku
Sebagai seorang
ibu,seharusnya aku memiliki cukup banyak waktu dan kesabaran
Akan tetapi aku
manusia biasa
Seorang ibu rumah
tangga berumur 41 tahun dengan kompleksitas permasalahan dalam pekerjaan
Masalah Akreditasi
yang belum diperoleh kampusku membuatku cukup tertekan
Belum lagi kuliahku
yang sudah dua tahun terkatung-katung
Jika melihatku rapi pada sore hari, maka Kiky akan
bertanya “ Mau mana kita Maaa?”
Dia suka memancing ikan di Udayana, meski tujuan utamanya bukan untuk
mendapatkan hadiah, tapi membeli mainan yang dijual di sana.
Satu hal yang tak pernah kulupa adalah,
bahwa Kiky tak pernah terburu-buru dalam melakukan dan menginginkan
sesuatu hal. Dia tak pernah merengek, merajuk berlebihan, menunjukkan emosinya
dalam bentuk kemarahan anak-anak yang meledak-ledak pada umumnya dengan teriakan
dan tangisan yang keras, Dia begitu tenang dan diam.
Kiky sangat menyukai lagu Intan, Rossa dan Wali. Penggalannya
kurang lebih seperti ini :
“ Lagu ini, menceritakan kisah, tentang aku dan
kasihku yang dulu,
begitu mesra, bagai dunia, milik kita berduaaaa .................
”
“ Nada-nada ciiin....ta.........Semakin indah duniaaaa
Membuka mata hati.......
Getar-getar ciiintaaaaa........semakin dalam
kurasaaaaa...
Bagai sebuah simponi.....dalam jiwa....”
Dia pasti akan mengikuti hanya akhir dari kata cinta itu dengan suara
yang lantang dan bersemangat. Kami bertiga akan berlomba bernyanyi dengan suara
saling mengungguli satu sama lain. Lalu lagu grup band Wali :
“ Aku tak sanggup bicara, sebelum kau cerita semua,
apa maumu, siapa dirinya, tak betah bila ada yang
lain”
Dia juga menyukai lagu Slank, meski agak sulit
buatnya untuk mengikuti, dia selalu bertanya padaku, “ Ciapa nyanyi ni ma ? “
lalu aku akan menjawab “ Slank nak “ dia terlihat begitu menikmati. Mulutnya
komat-kamit seolah bernyanyi.
Jika kendaraan belum benar-benar berhenti dan
terparkir sempurna, kemudian kami membuka pintu untuknya, maka dia masih dalam
posisi diam di tempat duduknya, memasang perlahan alas kaki, berdiri tegak di pinggir pintu dan siap
meloncat dengan mulut kecilnya yang terkatup rapat.
Selalu aku akan mengomel panjang lebar “ Kalo mobil
sudah berhenti nak, cepet pasang sandalnya, siap-siap turun, jangan terlalu
lamban, bengong dulu, diem dulu ! bla bla bla.............”
Tapi Kiky seperti tenggelam dalam dunianya. Dia seolah tak mendengar
omelanku tersebut. Selalu saja besoknya, besoknya dan besoknya lagi, masih
duduk manis hingga mobil berhenti dan terparkir sempurna, menunggu kami
membukakan pintu kendaraan , lalu
turun dengan perlahan dan sangat berhati-hati. Dan selalu pula aku akan
mengucapkan kalimat yang sama padanya.
Pandailah bersyukur
Nikmati apa yang
kamu peroleh hari ini,
Jaga lisanmu, sebab
dari situlah sumber pahala dan dosamu
Kiky memliki nafsu makan yang bagus, dia hampir tak
pernah menolak jenis makanan apapun. Makan hanya dengan lauk kecap atau kuning
telur saja, menjadi sangat nikmat disantapnya. Di usianya yang ke 5, beratnya
sudah mencapai 25 kg. Pernah kucoba konsultasikan ke dokter anak langganan kami,
aku takut anakku obesitas, tetapi menurut dokter, dengan posturnya yang tinggi,
berat badannya masih normal.
Hal itu tak mengurangi kekhawatiranku sebagai seorang ibu. Kubatasi
porsi makannya. Kiky tak makan dalam jumlah yang banyak, hanya saja, dia suka
mencoba apapun yang kami makan, dia menerima yang diberikan siapapun dan tak
pernah menyiakannya. Dia tak pernah menyisakan makanan yang ada di piring tupperwarenya
yang berwarna biru. Anakku sangat suka minum air putih. Dalam sehari dia bisa
menghabiskan lebih 15 gelas air putih.
Dia sangat jarang berbicara, dia akan cerita hanya
jika kami bertanya. Dia tak berteriak keras, tak menggumam kasar, tak pernah memaki,
atau marah membabi buta hingga memukul. Jika ada sesuatu yang tak berkenan di
hati, biasanya Kiky akan diam dengan
mulut terkatup, atau menangis terduduk di lantai, atau berbisik dengan suara
yang menghiba atau berbaring telungkup di atas kasur di kamar dengan bersimbah
air mata.......Dia hampir tak pernah menangis karena terjatuh atau luka saat
bermain, separah apapun. Aku sering terkejut saat memandikan atau memakaikan
minyak telon di tubuhnya dan mendapati ada tanda di situ. Kiky akan menjawab dengan
lancar jika kutanya penyebab lukanya, dan aku sering marah karena dia tak
pernah terlebih dahulu ceritakan hal itu sebelumnya. Kiky hanya menangis jika
ada sesuatu yang membuatnya marah atau bersedih, itupun tak pernah lama atau
berlarut-larut. Pelukan atau ciuman hangat akan langsung mendiamkannya dalam
hitungan detik saja.
Ketika anak kecil seusianya pandai bernyanyi,
bercerita, meminta dan mengucapkan banyak kata-kata, anakku biasanya hanya
memandang dengan alis berkerut dan mulut tertutup rapat. Kadang dalam diamnya
itu, ingin kuselami apa yang ada di hatinya, seperti kebanyakan orang tua
lainnya, aku ingin anakku menjadi spesial di mata siapapun, ceria, berani, pandai bicara, tidak pemalu,
ramah dan berpendirian. Tapi meskipun Kiky hanya membuka diri pada orang-orang
tertentu yang klik di hatinya, di sekolah, anakku mendapat predikat “ANAK PALING SANTUN”. Tentu saja itu
membuatku bangga, anakku memang santun dan baik hati. Dia pribadi yang sangat
dewasa untuk ukuran anak seusianya.
Akan tetapi, Allah
telah memberi kertas,
dengan garis tebal
peringatan
Kuasa yang tak bisa
tersentuh,
Akhir dari setiap
kisah yang diciptakanNYA
Bulan puasa kemarin, adalah bulan yang sangat
spesial buatku. Kuajarkan Kiky untuk belajar berpuasa meskipun hanya setengah
hari. Dia makan dan minum pada pukul 1 siang, lalu melanjutkan kembali puasanya
hingga tiba waktu berbuka. Dia paling sibuk ketika aku menata menu di atas
meja, kami sholat berjamaah bersama, dengan sekuat tenaga menahan senyum oleh
suara Amin yang lantang diucapkannya. Kembang api yang disukainya adalah
kembang api biasa yang berpijar saja tanpa mengeluarkan bunyi keras. Kubelikan
dia baju koko berwarna merah maron yang kembar dengan papanya. Bajunya pas,
tetapi celananya kekecilan. Lalu kubelikan kain yang sama, kuminta penjahit
menambah panjang celananya, tapi tetap saja, saat lebaran, celana itu ternyata
kekecilan di badannya.
Dia membantu kami membuat kue nastar, mencetak
dengan tangan berlepotan tepung, menabur keju dan membuat pola dengan bentuk
tak jelas sehingga beberapa kali dengan tak sabar kumarahi dia.
Beberapa hari menjelang lebaran,dia mendapatkan
banyak amplop. Itulah kali pertama aku meletakkan semua uangnya ke dalam dompet
Mc quen berwarna merah. Begitu girangnya dia, uang tersebut dibagi-bagikan
kepada orang-orang terdekat kami hingga aku merasa geli dan menasihatinya “
Simpan uangnya nak, buat Kiky beli mainan besok.....”
Dari uang itu kubebaskan dia membeli apapun yang
diinginkannya, pampers, mainan gangsing, es krem, dan tak lupa sebelumnya,
kukeluarkan Rp. 25.000,- untuk dia membayar zakat fitrahnya sendiri.
Ketika Idul Fitri, alangkah gagahnya dia memakai
baju koko warna merah maron dengan
kopiah putih. Saat suamiku memintanya untuk mengganti kopiah dengan yang
berwarna hitam, dia menolak dan lebih memilih topi haji warna putih yang
kubelikan kemarin. Dia tampak bersinar dan sangat tampan. Alangkah beruntungnya
aku memiliki anak seperti Kiky. Baik
hati, berprilaku dan berwajah menawan.
Siapa yang Allah
inginkan kebaikan baginya,
maka Allah berikan
musibah padanya.
“ Ma, umah Titi di lanit. Ayo ituk Titi ma kita
tebang ke atas “ celotehnya ketika kami sedang bermain-main di tempat tidur dua
minggu setelah lebaran.
“ Eh, kita kan manusia, bukan burung, kita gak punya sayap, mana bisa
terbang. Rumah Kiky sama mama di sini....” kataku sambil memeluknya. Dia hanya
terdiam. Sejak baru belajar bicara, Kiky sering mengucapkan kalimat itu, aku
hanya menanggapi dengan fikiran bahwa dia sedang berimajinasi atau menghayal
bisa terbang seperti burung atau pesawat.
Karena hari pertama sekolah setelah libur panjang,
Kiky seolah enggan bangun pagi. Sengaja kubangunkan dia dengan menyalakan
kartun Sponge Bob kegemarannya dengan volume yang keras. Dengan mata yang
terlihat amat berat, dia memaksa membuka kelopaknya. Sudahlah fikirku, tak
mengapa hari senin ini dia tidak usah bersekolah dulu. Banyak hal yang harus
kukerjakan hari ini, sehingga tentunya aku dan suamiku akan tidak berada di
rumah hingga malam hari. Kuputuskan untuk mengajaknya jalan-jalan ke rumah
salah seorang adikku di Tanjung Karang. Di sana kusuapi anakku dengan lauk ikan
bandeng terlebih dahulu. Ketika selesai dan aku hendak makan, lagi-lagi Kiky
minta disuapi olehku. Kunasihati dia “ Udah nak, jangan maem terlalu kenyang “
kataku sambil buru-buru membereskan piring.
Lagi-lagi dia melirik satu toples kue nastar yang
disuguhkan kepada kami, lalu dengan lahap memakan kue tersebut satu demi satu.
Bukan hanya aku tak ingin anakku kegemukan, sudah bukan rahasia dalam
keluargaku, jika Kiky mulai suka mengkonsumsi makanan dalam porsi yang lebih
banyak dari biasanya, alamat itu adalah pertanda anakku itu akan kurang sehat
atau sakit satu dua hari setelahnya. Kukemukakan hal itu pada adikku, dan dia
berkata “ Justru itu, jika sudah tau seperti itu, segera kasih minum vitamin
agar dia kuat dan terhindar dari sakit “ Tentu saja aku berharap bahwa kali ini
hal itu hanya perasaanku saja.
Ketika waktu sudah beranjak siang, anakku minta
untuk mandi. Tapi dia tak mau di kamar mandi. “ luang ma....” katanya setengah
memaksa. “ di luar panas, nak “ jawabku. “ Patek payung cih.....” sahutnya.
Jadilah akhirnya dia kumandikan di luar dengan menggunakan payung.
Beberapa keluarga kami bermimpi giginya tanggal,
menurut kepercayaan kami, itu artinya akan ada kehilangan. Tapi kami selalu
menghibur diri dengan berkata, ah, hanya bunga tidur.
Aku sering memanggilnya dengan kata “ Nak “ tapi
beberapa hari terakhir dia sering bertanya padaku.
“ Napa nak ma ? “
“ Iyaaaa, nak itu artinya, anakku sayang.....” jelasku. Besoknya dia
akan bertanya lagi seperti itu dan aku akan menjawab juga dengan penjelasan
yang sama.
20-22 Agustus 2013
“ Tidak ada pembalasan bagi
seorang hamba-Ku yang percaya, jika Aku mengambil kekasihnya di dunia, kemudian
ia ridha dan berserah kepada-Ku, melainkan surga ”
Hari Selasa, Rabu dan Kamis, Kiky betul-betul
menjadi anak yang teramat manis. Aku tak perlu membangunkannya dua kali untuk
mandi, menggosok gigi dan memakaikan seragam sekolah. Di kamar mandi, kami bersama
kerap menyanyikan lagu :
“ Tiap hari aku bangun pagi, melipat selimut dengan rapi
Terus mandi dan gosok gigi, sholat Subuh tak lupa lagi......”
Jempol kakinya sakit, sehingga kukatakan, tak
mengapa dia tak memakai sepatu saat ke sekolah. Kupakaikan dia sepatu sandal
berwarna kuning kehijauan favoritnya. Dia berangkat ke sekolah dengan
semangat.
Hari selasa, aku piket di Bisnis Centre sekolah sehingga
suamiku mengantarku terlebih dulu ke sekolah. Pada hari rabu karena
kesibukannya, suamiku tak bisa menjemput Kiky saat pulang sekolah, jadi dia
pulang bersama kakakku dengan menggunakan sepeda motor. Hal itu pasti akan
sangat dinikmatinya karena Kiky sangat suka dibonceng menggunakan sepeda motor.
Kemudian pada hari Kamis aku lupa menyiapkan kue
untuk bekalnya. Kiky bercerita pada Nurul “ Wung, upa mama awain Titi jajan “
Hal itu belakangan tentu saja membuat aku merasa begitu lalainya aku sebagai seorang
ibu. Untunglah Nurul selalu menyediakan kue di ruangannya.
Agenda kami setiap sore atau malam adalah ke
Ampenan rumah orang tuaku. Suami dan anakku akan merajuk jika hal itu tidak
terjadi walau hanya sekali saja. Habis Magrib Kiky dan papanya mengantar Eyang
Kung ke Klinik Mata Lombok, karena Kiky
tak mau turun dari mobil, aku terpaksa ikut dengan tidak memakai sandal dan
jilbab, rencananya juga hanya menunggu di dalam kendaraan.
Sangat kusyukuri cukup lama kuhabiskan waktu hanya
berdua dengan anakku di dalam mobil. Aku mengajarinya bernyanyi, memintanya
bercerita, menciumnya, memeluknya dan kami makan kue bersama. Saat itu stok air
minum di mobil habis, Kiky minta minum, sementara aku tidak mungkin turun
karena tidak memakai alas kaki dan jilbab, jadi kukatakan padanya “ Sabar ya
sayang, entar lagi papa sama eyang keluar....”Lalu dia duduk di pangkuanku,
bermanja-manja dan lambat laun terlihat mengantuk. “ Eeeeeh....jangan bobo
dulu, kan mau ke Ampenan “ kataku, lalu dia dengan semangat membuka matanya
lebar-lebar.
Kami bernyanyi bersama :
“ Allah Maha Esa, Allah Maha Kuasa, Memberi kita
telinga dan mata,
Kaki dan tangan, Anggota sekalian,
Akal dan fikiran, Pemberian Allah......”
Tapi akhirnya kami tak jadi ke Ampenan karena aku
kedatangan tamu yang cukup lama hingga rasanya tak mungkin harus keluar
sementara Kiky belum tidur siang. Belum lagi ada PR dari sekolah yang belum
dikerjakan anakku. Jadi kuputuskan batal ke Ampenan meski karena itu suamiku
dan Kiky sangat kecewa karenanya. Entah mengapa, malam Jum’at itu dia merengek
minta mandi malam. Tentu saja dengan tegas kularang dia. Dari ruang tamu
kudengar dia terus minta izin untuk mandi ” Gak boleh nak, udah malam “ kataku.
Dia tak pernah marah berlama-lama jika keinginannya tak terpenuhi, tinggal
mencium dan merayunya, dia pasti akan segera tersenyum dan bermain dengan riang
bersamaku.
Malam itu, kunyalakan kartun kegemarannya lalu
kuselesaikan pekerjaanku, seperti sudah kuduga, dia keluar mencariku di ruang kerja sambil
berkata “ Maaa....temengin....” aku tertawa. Kiky selalu mengucapkan kalimat
itu dengan memelas jika hendak tidur malam dan aku masih asyik dengan
pekerjaanku di depan komputer.
Lalu kutemani dia di kamar. Kuambilkan LKS dan
crayonnya. Ada Pekerjaan Rumah yang harus dia kerjakan dari halaman 2 sampai
dengan 7. Aku sedikit merasa heran, begitu semangatnya Kiky belajar sambil
telungkup di atas tempat tidur, mewarnai, menulis dan berbicara. Dia terlihat
sangat asyik dan menikmati pekerjaannya. Hingga semua selesai dan waktu sudah
menunjukkan hampir pukul 12 malam, kuminta dia untuk berhenti belajar tapi dia
menolak. “Ntang Ma....” begitu selalu katanya.
Kutemani dia sambil sesekali ke ruang kerja suamiku
sambil bercerita “Tumben Kiky gak mau berhenti mewarnai “ Lalu kuambilkan
kertas putih kosong untuknya. Kertas itu ditandainya dengan bermacam warna
crayon. Kemudian Kiky berhenti setelah kulihat wajahnya cukup puas. “ Udah
maaa....” Lalu kucucikan kedua tangannya dengan menggunakan sabun. Dan kami
tertidur.
“ Sesungguhnya Allah
tidaklah mengadzab seorang hamba karena tetesan air matanya dan tidak pula
karena kesedihan hatinya...…”
(HR. Al-Bukhari no. 1304
dan Muslim no. 924)
Aku tak melihat pukul berapa ketika anakku bangun
tengah malam dan duduk karena sakit perut. “ Kenapa sayang ?” tanyaku “ Atik
Wut, ma...” Kuminta dia tidur sambil telungkup untuk mengurangi rasa sakitnya,
lalu kuolesi punggung dan perutnya dengan minyak kayu putih. Kami tertidur
kembali.
Jum’at pagi, 23 Agustus 2013 ketika kami bangun
tidur aku bertanya, “ Kiky mau sekolah, nak ?”
“ Gak bica ma...” jawabnya lirih “ ya udah gak papa...” jawabku.
Hari itu aku menghabiskan waktu dengan menemaninya
di kamar, menonton kartun kegemarannya, menonton Power Rangers dan menyuapinya
walaupun sesekali dia muntah. Sesekali pula dia sakit perut dan kuceboki di
kamar mandi.
Sabtu 24,agustus,2013 Entah mengapa air mataku
seperti tertumpah saat sore itu anakku berkata “ Ma, capek Titi ma.....” lalu
kubangunkan suamiku yang baru saja terlelap sepulang dari proyek di sofa ruang
tamu belakang. Jadi kubawa dia ke dokter
anak langganan kami. Kata dokter dia tak apa-apa. Aku jadi agak lega. Sebelumnya
suamiku mengajaknya ke Toko Mainan favoritnya, tetapi dia terlihat tak begitu
bersemangat dalam gendongan Nurul yang terlihat terengah-engah. Jadi kami
langsung ke Ampenan.
Pulang dari Ampenan kubawa lagi anakku ke Rumah
Sakit karena kedua tangannya dingin, kupakaikan sweater biru agar dia menjadi
hangat, dokter kembali mengatakan bahwa kondisinya masih bagus dan cukup hanya
rawat jalan. Jika dingin tangan karena perutnya kosong dan suplay darah lebih
banyak ke kepala. Aku menjadi cukup lega dengan penjelasan dokter. Aku dan
suamiku berkeliling ke beberapa apotik untuk mencari satu jenis obat yang tidak
tersedia di apotik manapun sementara anakku kuantar terlebih dahulu pulang
bersama Nurul agar tak masuk angin. Lalu, begitulah akhir ceritaku, tiba-tiba
saja tanpa pertanda anakku pergi di usianya yang masih sangat belia dan
suci.......
Maafkan, aku tak
ingin mengingat kembali detik-detik saat seluruh hidupku serasa tengah dihancurkan,
Aku tak ingin
menceritakan lebih detail, betapa dunia seolah berakhir di hari ahad, 25
Agustus 2013 menjelang subuh itu.
Anakku
pergi.Usianya baru 5 tahun 2 bulan. Dia sangat tampan dan sehat. Perangainya
begitu rupawan.
Bersama
kepergiannya, dibawanya pula hatiku................
Begitulah, lalu hari-hari yang kulewati menjadi
penderitaan buatku. Kuhabiskan waktu dengan banyak tangis setiap mengenangnya,
pipinya yang lucu, kesabarannya, tingkahnya, kebiasaannya, manjanya, suaranya, senyumnya.....
Alangkah sangat tak adil rasanya buatku.
Segala hal yang kulakukan, yang kulihat, yang kubayangkan, yang
kufikirkan, tak pernah terlepas dari dirinya.
Sungguh, aku sudah tak bisa lagi mengeluarkan air mata setiap kali
menangis. Air mataku sudah kering.
Namun sungguh di dasar hatiku, aku berharap semua
ini hanya mimpi semata, dan aku akan terbangun dengan kenyataan bahwa anakku
masih ada di sini, bersamaku, bersama kami. Sementara di sisi hatiku yang lain,
aku mengeluh, mengapa mimpi ini begitu lama berakhir, mengapa aku tak juga
terbangun.......Aku mulai kehilangan harapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar