Translate

Sabtu, 19 Oktober 2013

MALAIKAT  KECIL  MAMA


Malam pekat. Malaikat kecil berselimut dingin.
Lampu-lampu rumah nelayan, membangunkan  anugerah itu
Menggeliatkannya, mengedipkan mata kecilnya
Ombak memecah  pasir,
Dalam diam, banyak tanya tak terjawab, banyak ragu menjadi gundah, mampukah aku?

Gulita malam dan nyanyian jangkrik membuat suasana semakin terasa aneh buatku. Suamiku menggenggam tanganku dengan erat, namun tak cukup menguatkan keyakinanku, betapa aku begitu takjub.
Setelah delapan tahun pernikahan kami, di akhir Juni 2008 Allah memberikan kepercayaan menganugerahi kami bayi laki-laki dengan hidung dan mata yang sangat mirip denganku. Kulitnya begitu lembut dan merah jambu, ada tanda putih samar berbentuk berlian besar di tengah kening antara kedua alisnya.
Dengan sombongnya, kuyakini bahwa anakku bukanlah anak biasa. Sebelum kelahirannyapun, banyak mimpi yang mendatangi orang-orang terdekatku. Orang tua dengan janggut putih yang sangat panjang hingga menyentuh lantai serta orang-orang tua dengan kopiah berwarna putih yang sedang mengaji dan mengelilinginya.
Kami beri dia nama yang panjang dan indah. Muhammad Riezky Javier Hendarnan, dengan harapan kelak dia akan menjadi manusia amanah yang membawa rezeki buat lingkungannya, menjadi manusia yang mempunyai prilaku baik dan teladan, yang nantinya menemani kami di masa tua.
Sejak saat itu pula, hidup kami menjadi sangat indah, lelah, luka, amarah seakan hilang melihat kelucuan dan kemanjaannya. Kami memanggilnya dengan panggilan sayang, Kiky......

Hidup seperti roda pedati.
Satu hal yang harus selalu kita  ingat  adalah,
bahwa di saat kita sedang bahagia,
banyak orang justru sedang tertimpa musibah.

Tahun pertama kehadiran Kiky, Alhamdulillah kami segera mendapatkan rezeki yang cukup untuk dapat melaksanakan aqiqah. Dua ekor kambing gagah dengan poni yang bagus dan lucu melengkapi kebahagiaan kami di hari ulang tahun Kiky. Banyak tawa yang bisa kami bagi bersama kerabat dan tetangga, kebersamaan, keharuan,kelucuan dan inspirasi. Sampai Mbah Haji bapakkupun yang kala itu kurang sehat berulangkali menceritakan keceriaan sore itu. Lalu Alhamdulilah, di usianya yang ketiga, Kiky dikhitan bersama keponakanku yang lain, Dimas, Evan, Dava, Alan dan anak beberapa teman kakakku.
Suamiku melengkapi kebutuhannya dengan memberikan mainan seperti anak kecil lain pada umumnya. Kadang menurutku malah terkesan terlalu berlebihan. Aku sering marah jika dengan diam-diam, mereka bersekongkol di belakangku membeli mainan Power Rangers, Ultraman, Mc Queen, Shaun the Sheep, Tweety, Pororo dan banyak tokoh kartun lainnya. Bukan hanya sekedar berhemat, aku tak mau mendidik anakku menjadi anak yang nantinya selalu mendapatkan apa yang dia mau. Dia harus tahu, tak semua yang kita ingin, dapat diraih dengan mudah. Hal itu kerap menimbulkan perbedaan pendapat di antara aku dan suamiku. “ Ini adalah rezeki Kiky...” selalu suamiku mengucapkan hal itu sebagi jurus pamungkas, meski aku masih saja mengomel panjang lebar.
 Ibarat pepatah, malam tak kan lengkap tanpa hadirnya siang, kebahagiaan itu kerap dihantui pula oleh kecemasan. Entah mengapa, setiap hari senen, kami sering membawanya ke dokter anak atau ke UGD suatu Rumah Sakit. Jika terserang batuk atau pilek, gangguan pernapasan membuat kami harus melihatnya diuap setiap minggunya. Kata dokter Kiky alergi debu, alergi susu sapi dan alergi dingin. Kami mengganti susunya dengan susu kedelai. Kami menghindari hal-hal yang menyebabkan timbulnya debu di rumah, menutup lubang-lubang udara di bawah pintu dan membelikannya banyak kaos kaki, baju serta celana panjang untuk membuatnya tetap hangat. Hal itu berlangsung kurang lebih hingga usianya hampir tiga  tahun.
Ada teman menyarankan untuk membawanya kepada seorang penjaga masjid atau Takmir yang saat ini aku sudah kurang ingat namanya. Kami membeli daging marmut dan membawa ke rumahnya yang rindang dan terletak di atas perbukitan bernama Aik Bukak. Daging marmut yang sudah disembelih itu kemudian diracik, dibumbui dan dimasak hingga menjadi masakan yang kelihatannya sangat lezat untuk disantap.
Entah karena kandungan bahan yang mungkin bisa menjadi obat buat sakitnya, atau karena keyakinan kami ( yang pasti karena bantuan Allah jua), sejak saat itu Alhamdulillah, Kiky tak pernah lagi dibawa ke dokter karena kesulitan bernafas. Dia tumbuh menjadi anak yang sehat, kuat dan montok.

Dia bertumbuh seperti bibit yang selalu terawat.
Tersiram teratur dan penuh berkah
Setiap hari, cinta itu membuatku sumringah
Menghadirkan asa dan banyak kenangan.
Perangainya sangat sempurna
Senyumnya begitu menawan
Dalam diamnya kusadari kebersihan jiwa
Mengajari kami untuk selalu menjaga lisan

Ketika usia Kiky menginjak tahun ke tiga, aku mulai melihat dengan jelas sifat dan karakternya. Kebiasaanya, hal-hal yang sering dan senang dilakukannya. Anak memang kerap bercermin pada orangtuanya. Kita tak perlu mengajari dengan kata-kata, tapi cukuplah dengan perbuatan.
Kami tak pernah  berbicara keras padanya, sehingga kami tak pernah pula mendengar dia berbicara dengan nada yang tinggi kepada orang lain. Dia tak pernah mencela ketika melihat sesuatu yang tidak berkenan di hatinya. Meski kadang kata-kata yang ke luar dari mulutnya belum begitu jelas, aku selalu menangkap ucapan yang lembut dan santun.
Pernah suatu hari Kiky tertarik untuk memegang buku akuntansi sangat tebal yang kupinjam dari seorang teman kuliahku yang galak. Mungkin karena jemarinya yang masih terlalu kecil, buku itu tak bisa teraih dan lepas dari genggamannya sehingga tanpa sengaja robek sampulnya. Aku begitu marah dan tak mampu menahan emosi, kumarahi dia lalu aku membanting pintu dan menangis di dalam kamar. Tak pernah bisa kulupakan begitu terkejutnya dia melihat ekspresi yang kutunjukkan padanya. Kulihat di matanya yang bening itu sesal dan kesedihan yang teramat mendalam. Seharian dia tak berani menatapku, aku merasa begitu kejam sebagai seorang ibu......

Anakku adalah pribadi yang baik
Tak pernah keluar dari bibir mungilnya makian
Tak pernah dia menatap  dengan amarah
Tak pernah dia merajuk berlebihan
Dia menerima apa yang kami beri
Dia melakukan apa yang kami mau
Anakku adalah bintang di hatiku
Sehingga tak ada lagi yang terlihat lebih indah selain kehadirannya

Ketika usia Kiky beranjak tahun ke empat, kami mendaftarkannya untuk bersekolah di sekolah Islam milik seorang Dokter Spesialis kandungan yang terkenal di kota kami.  Selain karena aku ingin anakku mendapatkan pendidikan terbaik meski dengan biaya berapapun, alasan yang utama adalah karena di situ ada adik sepupunya yang juga ikut sekolah di situ, lalu ada kakak kandungku dan seorang teman yang sudah kuanggap sebagai adik sendiri bekerja sebagai guru dan staf administrasi. Ketiganya adalah orang-orang yang memiliki andil dalam membesarkan dan mewarnai tumbuh kembang putraku. Ketiganya adalah sebagian dari orang-orang terdekat yang tak diragukan kecintaan mereka pada putraku. Begitupun sebaliknya.
Aku kerap merasa cemburu pada keakraban mereka. Sebagai seorang ibu rasa keegoisan dan memilikiku sering muncul tanpa alasan. Aku tak ingin anakku menyayangi siapapun melebihi sayangnya padaku, aku tak suka jika siapapun lebih dekat padanya ketimbang aku. Aku ibunya, aku yang berhak atas dirinya, aku yang berhak untuk mencintainya sepenuh hati dan dicintai olehnya sepenuh hati pula.
Hari pertama sekolah, aku izin bekerja untuk menemani Kiky agar bisa beradaptasi dengan lingkungannya yang baru. Anakku pribadi yang pemalu dan sedikit tertutup, sungguh itu adalah watak yang kami berdua warisi kepadanya......
Hari kedua di sekolah mengharuskan kami mengikuti peraturan sekolah untuk membiasakannya mandiri dan bersosialisasi dengan teman sebayanya. Sungguh itu merupakan hal yang berat buatku. Membayangkan dia di antara orang-orang baru, lingkungan baru, membuatku merasa sedikit bersalah. Aku takut dia akan merasa tertekan, tak betah, bersedih dan sejenisnya. Mereka bilang, itu hal yang lumrah. Anak memang harus dibiasakan untuk mandiri dan tidak terlalu bergantung pada orangtuanya.
Kuakui, sebagai seorang ibu, aku bersikap cukup tegas dengan tak pernah membiasakan anakku mengenal dan memiliki uang. Aku selalu menyiapkan apa yang kira-kira dibutuhkan dan diinginkan anak seusianya. Makanan dan minuman yang tidak sehat, kembang gula, angin malam, benda-benda tajam, jarum, silet, gunting kuku, es krem sembarangan, air hujan dan hal-hal yang menurutku cukup membahayakan buat kesehatannya, tak ada kompromi buatku. Dan dia cukup memahami hal itu. Dia sangat menghargai keputusanku. Dia tak pernah menangis atau merajuk karenanya. Kalaupun beberapa keluarga secara sembunyi-sembunyi memberikannya di belakangku, Kiky pasti akan cerita padaku, sehingga aku akan mengomel sambil tertawa, melihat ekspresi si pemberi yang tersipu malu.
Aku tak pernah membiasakan Kiky melakukan segala hal sendiri. Kulayani dia selayaknya seorang ibu yang sedang jatuh cinta pada anugerah yang diberikan Sang Pencipta. Memandikan, memakaikan pakaian, sepatu, tas, menyuapi dan banyak hal lain. Aku tahu itu salah. Secara sengaja itu membuatnya menjadi kurang mandiri. Kusadari, karena aku pulalah, dia menjadi anak yang sangat tergantung padaku dan pada bantuan orang lain dalam melakukan beberapa hal. Kadang dia memang terlihat sangat manja, tapi sungguh kemanjaan itu tidaklah merepotkan. Kemanjaan itu begitu sangat menyenangkan buat kami.

Ketika malam telah larut
Kerap aku bangun untuk berfikir,
Apakah aku sudah menjadi ibu yang baik untuk anakku ? Apakah aku cukup sabar menghadapinya selama ini ?
Apakah aku tidak terlalu cerewet dan banyak mengatur ?
Apakah anakku bahagia memiliki aku ?

Kiky sangat menikmati menonton Sponge Bob, Oggy dan Tom and Jerry setiap pagi ketika bangun tidur. Kami harus memiringkan posisi televisi agar dia bisa mandi sambil menonton acara kartun kegemarannya tersebut. Dia suka berlama-lama berendam di bak mandi plastik berwarna merah sambil menyikat giginya sendiri. Dia juga harus membawa mainannya dan memasukkannya ke dalam bak mandi, menyabuninya, membilas dan tak akan berhenti sampai kuadukan kepada suamiku. Dia begitu menaruh hormat pada papanya, sehingga suamiku tak perlu dua kali memintanya melakukan atau menghentikan sesuatu yang sedang asyik dikerjakannya. Setiap selesai mandi, dia selalu meminta kami untuk mencium betapa harumnya dia. Jika telah menyikat giginya, dia akan meniup kami hingga bau pasta gigi yang segar keluar dari mulutnya dan kami pura-pura pingsan saking terpesona oleh harumnya.
Dalam hal bersekolah, aku tak pernah memaksanya untuk harus bangun pagi-pagi atau bersekolah di saat dia tidak ingin. Biasanya, anakku sering agak terlambat karena di samping jarak dari rumah ke sekolahnya yang cukup lumayan, aku juga sering tak tega untuk membangunkannya terlalu pagi.
Jika ada waktu, maka aku ikut mengantarkannya ke sekolah, melihatnya disambut pak Zul yang membukakan pintu dengan terburu-buru dan membantunya membawa tas hijau Ben Ten kesayangannya. Lalu, ketika waktu mengarah ke pukul 1 siang, suamiku mulai bersiap-siap untuk menjemputnya. Kiky sering diajak mampir ke indomaret untuk membeli susu, es krem atau mobil-mobilan tanpa setahuku, sehingga aku sangat tahu pasti, dia sangat menikmati dan menunggu waktu pulang sekolah tersebut.
Jika kebetulan ada di rumah, maka aku akan langsung menyambutnya dengan pelukan hangat, mencium pipinya yang montok seperti apel, menggantikan bajunya, melepas sepatu dan kaos kakinya, dan menyiapkan film kartun kegemarannya, Oggy, Bima atau Tom & Jerry. Kiky sangat suka menghabiskan waktunya di kamar, bermain sendiri dengan robot, power rangers dan mobil-mobilan, berbicara sendiri, mengikuti gerakan-gerakan dari tokoh-tokoh tersebut dengan semangat, sementara aku sering tertidur lebih dulu saat dia sibuk bermain sendiri dan sama sekali tak menggangguku. Aku memang sangat mudah tidur jika sudah berada di dekat bantal.
Ketika hari beranjak senja, Kiky akan sibuk mengajak kami ke Ampenan, “Ayo Ma....Lumah Imas.......” selalu itu kalimat yang diucapkannya. Di Ampenan rumah orangtuaku, ada 4 orang sepupunya yang usianya hanya terpaut hitungan bulan, Dimas, Sinta, Evan dan Dafa yang akan selalu menyambutnya dengan antusias, meneriakkan namanya, berloncatan dan berlarian karena kegirangan. Belum lagi jika Nadif dan Queen ikut hadir di sana.
Anakku memang selalu berbagi, jika memiliki mainan atau makanan, dia tak pernah pelit untuk memberikannya kepada orang lain. Dia tak pernah melakukan kekerasan dengan memukul, mencubit atau menendang. Meski dipukul sekalipun, dia hanya akan diam dan tak mungkin mau membalas. Hingga kadang karena tak tega, kami sering berkata, “ Jangan hanya diam saja nak, menghindar atau balaslah kalo  dipukul orang.....” Tapi hal itu tak pernah dilakukannya.
Ketika terjadi keributan antar anak-anak, pasti Kiky akan menjadi pihak yang dibenarkan siapapun, sebab semua tahu, dia tak pernah mencari gara-gara terlebih dahulu, dia tak pernah memancing-mancing kemarahan orang lain, dia begitu dewasa, sabar, tak terlalu ekspresif dan tak memliki sifat seperti anak kecil pada umumnya.

Banyak hal yang sebenarnya diajarkannya padaku
Sebagai seorang ibu,seharusnya aku memiliki cukup banyak waktu dan kesabaran
Akan tetapi aku manusia biasa
Seorang ibu rumah tangga berumur 41 tahun dengan kompleksitas permasalahan dalam pekerjaan
Masalah Akreditasi yang belum diperoleh kampusku membuatku cukup tertekan
Belum lagi kuliahku yang sudah dua tahun terkatung-katung

Jika melihatku rapi pada sore hari, maka Kiky akan bertanya “ Mau mana kita Maaa?”
Dia suka memancing ikan di Udayana, meski tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan hadiah, tapi membeli mainan yang dijual di sana.
Satu hal yang tak pernah kulupa adalah,  bahwa Kiky tak pernah terburu-buru dalam melakukan dan menginginkan sesuatu hal. Dia tak pernah merengek, merajuk berlebihan, menunjukkan emosinya dalam bentuk kemarahan anak-anak yang meledak-ledak pada umumnya dengan teriakan dan tangisan yang keras, Dia begitu tenang dan diam.
Kiky sangat menyukai lagu Intan, Rossa dan Wali. Penggalannya kurang lebih seperti ini :
“ Lagu ini, menceritakan kisah, tentang aku dan kasihku yang dulu,
begitu mesra, bagai dunia, milik kita berduaaaa ................. ”
“ Nada-nada ciiin....ta.........Semakin indah duniaaaa
Membuka mata hati.......
Getar-getar ciiintaaaaa........semakin dalam kurasaaaaa...
Bagai sebuah simponi.....dalam jiwa....”
Dia pasti akan mengikuti hanya akhir dari kata cinta itu dengan suara yang lantang dan bersemangat. Kami bertiga akan berlomba bernyanyi dengan suara saling mengungguli satu sama lain. Lalu lagu grup band Wali :
“ Aku tak sanggup bicara, sebelum kau cerita semua,
apa maumu, siapa dirinya, tak betah bila ada yang lain”
Dia juga menyukai lagu Slank, meski agak sulit buatnya untuk mengikuti, dia selalu bertanya padaku, “ Ciapa nyanyi ni ma ? “ lalu aku akan menjawab “ Slank nak “ dia terlihat begitu menikmati. Mulutnya komat-kamit seolah bernyanyi.
Jika kendaraan belum benar-benar berhenti dan terparkir sempurna, kemudian kami membuka pintu untuknya, maka dia masih dalam posisi diam di tempat duduknya, memasang perlahan alas kaki,  berdiri tegak di pinggir pintu dan siap meloncat dengan mulut kecilnya yang terkatup rapat.
Selalu aku akan mengomel panjang lebar “ Kalo mobil sudah berhenti nak, cepet pasang sandalnya, siap-siap turun, jangan terlalu lamban, bengong dulu, diem dulu ! bla bla bla.............”
Tapi Kiky seperti tenggelam dalam dunianya. Dia seolah tak mendengar omelanku tersebut. Selalu saja besoknya, besoknya dan besoknya lagi, masih duduk manis hingga mobil berhenti dan terparkir sempurna, menunggu kami membukakan pintu kendaraan        , lalu turun dengan perlahan dan sangat berhati-hati. Dan selalu pula aku akan mengucapkan kalimat yang sama padanya. 

Pandailah bersyukur
Nikmati apa yang kamu peroleh hari ini,
Jaga lisanmu, sebab dari situlah sumber pahala dan dosamu

Kiky memliki nafsu makan yang bagus, dia hampir tak pernah menolak jenis makanan apapun. Makan hanya dengan lauk kecap atau kuning telur saja, menjadi sangat nikmat disantapnya. Di usianya yang ke 5, beratnya sudah mencapai 25 kg. Pernah kucoba konsultasikan ke dokter anak langganan kami, aku takut anakku obesitas, tetapi menurut dokter, dengan posturnya yang tinggi, berat badannya masih normal.
Hal itu tak mengurangi kekhawatiranku sebagai seorang ibu. Kubatasi porsi makannya. Kiky tak makan dalam jumlah yang banyak, hanya saja, dia suka mencoba apapun yang kami makan, dia menerima yang diberikan siapapun dan tak pernah menyiakannya. Dia tak pernah menyisakan makanan yang ada di piring tupperwarenya yang berwarna biru. Anakku sangat suka minum air putih. Dalam sehari dia bisa menghabiskan lebih 15 gelas air putih.
Dia sangat jarang berbicara, dia akan cerita hanya jika kami bertanya. Dia tak berteriak keras, tak menggumam kasar, tak pernah memaki, atau marah membabi buta hingga memukul. Jika ada sesuatu yang tak berkenan di hati, biasanya Kiky  akan diam dengan mulut terkatup, atau menangis terduduk di lantai, atau berbisik dengan suara yang menghiba atau berbaring telungkup di atas kasur di kamar dengan bersimbah air mata.......Dia hampir tak pernah menangis karena terjatuh atau luka saat bermain, separah apapun. Aku sering terkejut saat memandikan atau memakaikan minyak telon di tubuhnya dan mendapati ada tanda di situ. Kiky akan menjawab dengan lancar jika kutanya penyebab lukanya, dan aku sering marah karena dia tak pernah terlebih dahulu ceritakan hal itu sebelumnya. Kiky hanya menangis jika ada sesuatu yang membuatnya marah atau bersedih, itupun tak pernah lama atau berlarut-larut. Pelukan atau ciuman hangat akan langsung mendiamkannya dalam hitungan detik saja.
Ketika anak kecil seusianya pandai bernyanyi, bercerita, meminta dan mengucapkan banyak kata-kata, anakku biasanya hanya memandang dengan alis berkerut dan mulut tertutup rapat. Kadang dalam diamnya itu, ingin kuselami apa yang ada di hatinya, seperti kebanyakan orang tua lainnya, aku ingin anakku menjadi spesial di mata siapapun,  ceria, berani, pandai bicara, tidak pemalu, ramah dan berpendirian. Tapi meskipun Kiky hanya membuka diri pada orang-orang tertentu yang klik di hatinya, di sekolah, anakku mendapat predikat  “ANAK PALING SANTUN”. Tentu saja itu membuatku bangga, anakku memang santun dan baik hati. Dia pribadi yang sangat dewasa untuk ukuran anak seusianya.
  
Akan tetapi, Allah telah memberi kertas,
dengan garis tebal peringatan
Kuasa yang tak bisa tersentuh,
Akhir dari setiap kisah yang diciptakanNYA

Bulan puasa kemarin, adalah bulan yang sangat spesial buatku. Kuajarkan Kiky untuk belajar berpuasa meskipun hanya setengah hari. Dia makan dan minum pada pukul 1 siang, lalu melanjutkan kembali puasanya hingga tiba waktu berbuka. Dia paling sibuk ketika aku menata menu di atas meja, kami sholat berjamaah bersama, dengan sekuat tenaga menahan senyum oleh suara Amin yang lantang diucapkannya. Kembang api yang disukainya adalah kembang api biasa yang berpijar saja tanpa mengeluarkan bunyi keras. Kubelikan dia baju koko berwarna merah maron yang kembar dengan papanya. Bajunya pas, tetapi celananya kekecilan. Lalu kubelikan kain yang sama, kuminta penjahit menambah panjang celananya, tapi tetap saja, saat lebaran, celana itu ternyata kekecilan di badannya.
Dia membantu kami membuat kue nastar, mencetak dengan tangan berlepotan tepung, menabur keju dan membuat pola dengan bentuk tak jelas sehingga beberapa kali dengan tak sabar kumarahi dia.
Beberapa hari menjelang lebaran,dia mendapatkan banyak amplop. Itulah kali pertama aku meletakkan semua uangnya ke dalam dompet Mc quen berwarna merah. Begitu girangnya dia, uang tersebut dibagi-bagikan kepada orang-orang terdekat kami hingga aku merasa geli dan menasihatinya “ Simpan uangnya nak, buat Kiky beli mainan besok.....”
Dari uang itu kubebaskan dia membeli apapun yang diinginkannya, pampers, mainan gangsing, es krem, dan tak lupa sebelumnya, kukeluarkan Rp. 25.000,- untuk dia membayar zakat fitrahnya sendiri.
Ketika Idul Fitri, alangkah gagahnya dia memakai baju koko warna merah maron dengan  kopiah putih. Saat suamiku memintanya untuk mengganti kopiah dengan yang berwarna hitam, dia menolak dan lebih memilih topi haji warna putih yang kubelikan kemarin. Dia tampak bersinar dan sangat tampan. Alangkah beruntungnya aku memiliki anak seperti Kiky.  Baik hati, berprilaku dan berwajah menawan.

Siapa yang Allah inginkan kebaikan baginya,
maka Allah berikan musibah padanya.

“ Ma, umah Titi di lanit. Ayo ituk Titi ma kita tebang ke atas “ celotehnya ketika kami sedang bermain-main di tempat tidur dua minggu setelah lebaran.
“ Eh, kita kan manusia, bukan burung, kita gak punya sayap, mana bisa terbang. Rumah Kiky sama mama di sini....” kataku sambil memeluknya. Dia hanya terdiam. Sejak baru belajar bicara, Kiky sering mengucapkan kalimat itu, aku hanya menanggapi dengan fikiran bahwa dia sedang berimajinasi atau menghayal bisa terbang seperti burung atau pesawat.
Karena hari pertama sekolah setelah libur panjang, Kiky seolah enggan bangun pagi. Sengaja kubangunkan dia dengan menyalakan kartun Sponge Bob kegemarannya dengan volume yang keras. Dengan mata yang terlihat amat berat, dia memaksa membuka kelopaknya. Sudahlah fikirku, tak mengapa hari senin ini dia tidak usah bersekolah dulu. Banyak hal yang harus kukerjakan hari ini, sehingga tentunya aku dan suamiku akan tidak berada di rumah hingga malam hari. Kuputuskan untuk mengajaknya jalan-jalan ke rumah salah seorang adikku di Tanjung Karang. Di sana kusuapi anakku dengan lauk ikan bandeng terlebih dahulu. Ketika selesai dan aku hendak makan, lagi-lagi Kiky minta disuapi olehku. Kunasihati dia “ Udah nak, jangan maem terlalu kenyang “ kataku sambil buru-buru membereskan piring.
Lagi-lagi dia melirik satu toples kue nastar yang disuguhkan kepada kami, lalu dengan lahap memakan kue tersebut satu demi satu. Bukan hanya aku tak ingin anakku kegemukan, sudah bukan rahasia dalam keluargaku, jika Kiky mulai suka mengkonsumsi makanan dalam porsi yang lebih banyak dari biasanya, alamat itu adalah pertanda anakku itu akan kurang sehat atau sakit satu dua hari setelahnya. Kukemukakan hal itu pada adikku, dan dia berkata “ Justru itu, jika sudah tau seperti itu, segera kasih minum vitamin agar dia kuat dan terhindar dari sakit “ Tentu saja aku berharap bahwa kali ini hal itu hanya perasaanku saja.
Ketika waktu sudah beranjak siang, anakku minta untuk mandi. Tapi dia tak mau di kamar mandi. “ luang ma....” katanya setengah memaksa. “ di luar panas, nak “ jawabku. “ Patek payung cih.....” sahutnya. Jadilah akhirnya dia kumandikan di luar dengan menggunakan payung.
Beberapa keluarga kami bermimpi giginya tanggal, menurut kepercayaan kami, itu artinya akan ada kehilangan. Tapi kami selalu menghibur diri dengan berkata, ah, hanya bunga tidur.
Aku sering memanggilnya dengan kata “ Nak “ tapi beberapa hari terakhir dia sering bertanya padaku.
“ Napa nak ma ? “
“ Iyaaaa, nak itu artinya, anakku sayang.....” jelasku. Besoknya dia akan bertanya lagi seperti itu dan aku akan menjawab juga dengan penjelasan yang sama.

     20-22 Agustus 2013
  Tidak ada pembalasan bagi seorang hamba-Ku yang percaya, jika Aku mengambil kekasihnya di dunia, kemudian ia ridha dan berserah kepada-Ku, melainkan surga

Hari Selasa, Rabu dan Kamis, Kiky betul-betul menjadi anak yang teramat manis. Aku tak perlu membangunkannya dua kali untuk mandi, menggosok gigi dan memakaikan seragam sekolah. Di kamar mandi, kami bersama kerap menyanyikan lagu :
“ Tiap hari aku bangun pagi, melipat selimut dengan rapi
Terus mandi dan gosok gigi, sholat Subuh tak lupa lagi......”
Jempol kakinya sakit, sehingga kukatakan, tak mengapa dia tak memakai sepatu saat ke sekolah. Kupakaikan dia sepatu sandal berwarna kuning kehijauan favoritnya. Dia berangkat ke sekolah dengan semangat. 
Hari selasa, aku piket di Bisnis Centre sekolah sehingga suamiku mengantarku terlebih dulu ke sekolah. Pada hari rabu karena kesibukannya, suamiku tak bisa menjemput Kiky saat pulang sekolah, jadi dia pulang bersama kakakku dengan menggunakan sepeda motor. Hal itu pasti akan sangat dinikmatinya karena Kiky sangat suka dibonceng menggunakan sepeda motor.
Kemudian pada hari Kamis aku lupa menyiapkan kue untuk bekalnya. Kiky bercerita pada Nurul “ Wung, upa mama awain Titi jajan “ Hal itu belakangan tentu saja membuat aku merasa begitu lalainya aku sebagai seorang ibu. Untunglah Nurul selalu menyediakan kue di ruangannya.
Agenda kami setiap sore atau malam adalah ke Ampenan rumah orang tuaku. Suami dan anakku akan merajuk jika hal itu tidak terjadi walau hanya sekali saja. Habis Magrib Kiky dan papanya mengantar Eyang Kung  ke Klinik Mata Lombok, karena Kiky tak mau turun dari mobil, aku terpaksa ikut dengan tidak memakai sandal dan jilbab, rencananya juga hanya menunggu di dalam kendaraan.
Sangat kusyukuri cukup lama kuhabiskan waktu hanya berdua dengan anakku di dalam mobil. Aku mengajarinya bernyanyi, memintanya bercerita, menciumnya, memeluknya dan kami makan kue bersama. Saat itu stok air minum di mobil habis, Kiky minta minum, sementara aku tidak mungkin turun karena tidak memakai alas kaki dan jilbab, jadi kukatakan padanya “ Sabar ya sayang, entar lagi papa sama eyang keluar....”Lalu dia duduk di pangkuanku, bermanja-manja dan lambat laun terlihat mengantuk. “ Eeeeeh....jangan bobo dulu, kan mau ke Ampenan “ kataku, lalu dia dengan semangat membuka matanya lebar-lebar.
Kami bernyanyi bersama :
“ Allah Maha Esa, Allah Maha Kuasa, Memberi kita telinga dan mata,
Kaki dan tangan, Anggota sekalian,
Akal dan fikiran, Pemberian Allah......”
Tapi akhirnya kami tak jadi ke Ampenan karena aku kedatangan tamu yang cukup lama hingga rasanya tak mungkin harus keluar sementara Kiky belum tidur siang. Belum lagi ada PR dari sekolah yang belum dikerjakan anakku. Jadi kuputuskan batal ke Ampenan meski karena itu suamiku dan Kiky sangat kecewa karenanya. Entah mengapa, malam Jum’at itu dia merengek minta mandi malam. Tentu saja dengan tegas kularang dia. Dari ruang tamu kudengar dia terus minta izin untuk mandi ” Gak boleh nak, udah malam “ kataku. Dia tak pernah marah berlama-lama jika keinginannya tak terpenuhi, tinggal mencium dan merayunya, dia pasti akan segera tersenyum dan bermain dengan riang bersamaku.
Malam itu, kunyalakan kartun kegemarannya lalu kuselesaikan pekerjaanku, seperti sudah kuduga,  dia keluar mencariku di ruang kerja sambil berkata “ Maaa....temengin....” aku tertawa. Kiky selalu mengucapkan kalimat itu dengan memelas jika hendak tidur malam dan aku masih asyik dengan pekerjaanku di depan komputer.
Lalu kutemani dia di kamar. Kuambilkan LKS dan crayonnya. Ada Pekerjaan Rumah yang harus dia kerjakan dari halaman 2 sampai dengan 7. Aku sedikit merasa heran, begitu semangatnya Kiky belajar sambil telungkup di atas tempat tidur, mewarnai, menulis dan berbicara. Dia terlihat sangat asyik dan menikmati pekerjaannya. Hingga semua selesai dan waktu sudah menunjukkan hampir pukul 12 malam, kuminta dia untuk berhenti belajar tapi dia menolak. “Ntang Ma....” begitu selalu katanya.
Kutemani dia sambil sesekali ke ruang kerja suamiku sambil bercerita “Tumben Kiky gak mau berhenti mewarnai “ Lalu kuambilkan kertas putih kosong untuknya. Kertas itu ditandainya dengan bermacam warna crayon. Kemudian Kiky berhenti setelah kulihat wajahnya cukup puas. “ Udah maaa....” Lalu kucucikan kedua tangannya dengan menggunakan sabun. Dan kami tertidur.
  
  Sesungguhnya Allah tidaklah mengadzab seorang hamba karena tetesan air matanya dan tidak pula karena kesedihan hatinya...…”
   (HR. Al-Bukhari no. 1304 dan Muslim no. 924)

Aku tak melihat pukul berapa ketika anakku bangun tengah malam dan duduk karena sakit perut. “ Kenapa sayang ?” tanyaku “ Atik Wut, ma...” Kuminta dia tidur sambil telungkup untuk mengurangi rasa sakitnya, lalu kuolesi punggung dan perutnya dengan minyak kayu putih. Kami tertidur kembali.
Jum’at pagi, 23 Agustus 2013 ketika kami bangun tidur aku bertanya, “ Kiky mau sekolah, nak ?”
“ Gak bica ma...” jawabnya lirih “ ya udah gak papa...” jawabku.
Hari itu aku menghabiskan waktu dengan menemaninya di kamar, menonton kartun kegemarannya, menonton Power Rangers dan menyuapinya walaupun sesekali dia muntah. Sesekali pula dia sakit perut dan kuceboki di kamar mandi.
Sabtu 24,agustus,2013 Entah mengapa air mataku seperti tertumpah saat sore itu anakku berkata “ Ma, capek Titi ma.....” lalu kubangunkan suamiku yang baru saja terlelap sepulang dari proyek di sofa ruang tamu belakang.  Jadi kubawa dia ke dokter anak langganan kami. Kata dokter dia tak apa-apa. Aku jadi agak lega. Sebelumnya suamiku mengajaknya ke Toko Mainan favoritnya, tetapi dia terlihat tak begitu bersemangat dalam gendongan Nurul yang terlihat terengah-engah. Jadi kami langsung ke Ampenan.
Pulang dari Ampenan kubawa lagi anakku ke Rumah Sakit karena kedua tangannya dingin, kupakaikan sweater biru agar dia menjadi hangat, dokter kembali mengatakan bahwa kondisinya masih bagus dan cukup hanya rawat jalan. Jika dingin tangan karena perutnya kosong dan suplay darah lebih banyak ke kepala. Aku menjadi cukup lega dengan penjelasan dokter. Aku dan suamiku berkeliling ke beberapa apotik untuk mencari satu jenis obat yang tidak tersedia di apotik manapun sementara anakku kuantar terlebih dahulu pulang bersama Nurul agar tak masuk angin. Lalu, begitulah akhir ceritaku, tiba-tiba saja tanpa pertanda anakku pergi di usianya yang masih sangat belia dan suci.......

Maafkan, aku tak ingin mengingat kembali detik-detik saat seluruh hidupku serasa tengah dihancurkan,
Aku tak ingin menceritakan lebih detail, betapa dunia seolah berakhir di hari ahad, 25 Agustus 2013 menjelang subuh itu.
Anakku pergi.Usianya baru 5 tahun 2 bulan. Dia sangat tampan dan sehat. Perangainya begitu rupawan.
Bersama kepergiannya, dibawanya pula hatiku................

Begitulah, lalu hari-hari yang kulewati menjadi penderitaan buatku. Kuhabiskan waktu dengan banyak tangis setiap mengenangnya, pipinya yang lucu, kesabarannya, tingkahnya, kebiasaannya, manjanya, suaranya, senyumnya..... Alangkah sangat tak adil rasanya buatku.
Segala hal yang kulakukan, yang kulihat, yang kubayangkan, yang kufikirkan, tak pernah terlepas dari dirinya.  Sungguh, aku sudah tak bisa lagi mengeluarkan air mata setiap kali menangis. Air mataku sudah kering.
Namun sungguh di dasar hatiku, aku berharap semua ini hanya mimpi semata, dan aku akan terbangun dengan kenyataan bahwa anakku masih ada di sini, bersamaku, bersama kami. Sementara di sisi hatiku yang lain, aku mengeluh, mengapa mimpi ini begitu lama berakhir, mengapa aku tak juga terbangun.......Aku mulai kehilangan harapan. 

Tidak ada komentar: